Kembalilah Menjadi Penguasa yang Bijaksana dan Berdedikasi untuk Rakya

- Editor

Minggu, 20 Juli 2025 - 23:39

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

 

Penulis: Ilham Gondrong
TribuneIndonesia.com

Dalam sejarah peradaban manusia, kekuatan sebuah bangsa tidak hanya ditentukan oleh kekayaan alam, kekuatan militer, atau teknologi yang canggih. Lebih dari itu, fondasi utama dari kemajuan dan kekokohan sebuah negara terletak pada kualitas pemimpinnya. Seorang pemimpin yang bijaksana dan berdedikasi adalah jantung dari sebuah bangsa yang besar dan dihormati.

Pemimpin yang kuat tidaklah cukup hanya memiliki kekuasaan. Ia harus mampu menerjemahkan kekuasaan itu menjadi keberkahan bagi rakyatnya. Ia harus hadir sebagai pelindung, pengayom, dan pembimbing yang mampu menebar keadilan dan kesejahteraan. Rakyat tidak membutuhkan penguasa yang hanya hadir di panggung politik, tetapi yang hadir di hati rakyatnya. Penguasa yang disegani bukan karena ketakutan, melainkan karena keteladanan, ketegasan yang adil, serta kasih yang tulus terhadap seluruh anak bangsa.

Namun dalam perjalanan sejarah dunia, hanya segelintir pemimpin yang mampu menapaki jejak sebagai penguasa yang benar-benar bijaksana. Kita mengenal nama Raja Salomo dari Israel, yang disebut-sebut sebagai raja penuh hikmat, adil dalam pengambilan keputusan, serta mampu membangun bangsa dengan damai dan penuh keagungan. Sosok seperti Julius Caesar, Alexander Agung, Cleopatra, hingga Mahatma Gandhi juga tercatat sebagai tokoh yang memiliki daya kepemimpinan luar biasa yang mampu mengubah sejarah dunia. Mereka adalah simbol dari kepemimpinan yang tidak hanya berpikir tentang kekuasaan, tetapi juga tentang kemaslahatan umat manusia.

Mereka hadir bukan untuk menindas, melainkan untuk mengangkat harkat dan martabat rakyat. Mereka tidak hanya berpikir untuk masa jabatan, tetapi untuk masa depan bangsanya. Jiwa kepemimpinan mereka lahir dari kebijaksanaan, ketulusan, dan dedikasi yang tinggi terhadap rakyatnya.

Sayangnya, semakin ke sini, nilai-nilai luhur dalam kepemimpinan seperti itu mulai mengabur. Seiring dengan perubahan zaman dan pergeseran nilai, banyak pemimpin yang kehilangan arah dan tujuan kepemimpinannya. Kekuasaan tidak lagi menjadi amanah, tetapi menjadi alat pemuas ambisi pribadi dan kelompok. Yang terjadi adalah krisis moral, di mana penguasa tidak lagi memiliki empati terhadap penderitaan rakyat, tidak lagi peduli pada keadilan, dan kehilangan semangat untuk melayani.

Bangsa ini dan dunia secara umum kini rindu pada pemimpin yang mampu mengembalikan fitrahnya sebagai penguasa yang bijaksana dan berdedikasi. Pemimpin yang tidak hanya memimpin dengan akal dan strategi, tetapi juga dengan hati dan nurani. Pemimpin yang mampu menyatukan bangsa, merangkul semua golongan, dan membawa kesejahteraan bagi seluruh rakyat tanpa pandang bulu.

Seorang penguasa yang sejati harus memiliki kekuatan spiritual di dalam dirinya. Ia harus memiliki nilai-nilai moral yang kuat, rasa empati yang dalam, serta jiwa karismatik yang mampu menyentuh hati rakyatnya. Kekuasaan tanpa moral adalah bencana. Kekuasaan tanpa dedikasi adalah kehampaan. Dan kekuasaan tanpa kebijaksanaan adalah jalan menuju kehancuran.

Baca Juga:  Manusia Menggantikan Peran Setan. Saat Iman Telah Rusak

Dalam beberapa dekade terakhir, kita melihat bagaimana banyak negara di dunia ini dilanda konflik, kehancuran ekonomi, dan disintegrasi sosial akibat dari kepemimpinan yang jauh dari nilai-nilai bijaksana. Ketika seorang pemimpin lebih sibuk membangun citra daripada membangun bangsa, maka saat itulah tanda-tanda kemerosotan dimulai. Ketika keputusan lebih didasarkan pada kepentingan politik jangka pendek, ketimbang kepentingan rakyat jangka panjang, maka kehancuran hanya tinggal menunggu waktu.

Bangsa yang besar bukanlah bangsa yang bebas dari masalah, tetapi bangsa yang memiliki pemimpin yang mampu mengatasi masalah dengan kebijaksanaan, kesabaran, dan keteguhan hati. Pemimpin yang tidak lari dari kesulitan, tetapi justru hadir di tengah badai untuk menenangkan, menuntun, dan mengarahkan.

Sudah saatnya para pemimpin hari ini baik di tingkat lokal, nasional, maupun global melakukan refleksi mendalam. Tanyakan kembali kepada diri sendiri: untuk apa kekuasaan ini diberikan? Apakah hanya untuk memuaskan ego pribadi? Ataukah untuk memberikan perubahan nyata bagi kehidupan rakyat?

Kembalilah menjadi penguasa yang bijaksana. Jadilah pemimpin yang tak hanya pandai berkata, tetapi juga pandai mendengar. Jangan lupakan suara rakyat kecil, suara mereka yang hidup di pinggiran, yang kerap tidak terdengar dalam ruang-ruang rapat elite. Karena di sanalah sesungguhnya jiwa bangsa ini bersemayam.

Jadilah pemimpin yang berdedikasi. Dedikasi artinya mengabdi sepenuh hati. Bekerja bukan hanya karena jabatan, tetapi karena tanggung jawab moral dan cinta kepada tanah air. Pemimpin yang berdedikasi tidak akan pernah mengkhianati kepercayaan rakyat. Ia akan berjuang hingga titik darah penghabisan demi tegaknya keadilan, kemakmuran, dan martabat bangsa.

Bangsa ini tidak kekurangan orang pintar. Tetapi kita butuh lebih banyak orang bijaksana. Tidak kekurangan pejabat, tetapi kita kekurangan pemimpin sejati. Tidak kekurangan janji, tetapi sangat kekurangan bukti.

Oleh karena itu, mari kita bangun kembali harapan itu. Mari kita dorong lahirnya pemimpin-pemimpin baru yang membawa semangat kebijaksanaan dan dedikasi sejati. Pemimpin yang mampu menyembuhkan luka-luka bangsa, menghapus air mata rakyat, dan membawa senyum harapan bagi generasi mendatang.

Bukan sekadar pemimpin yang kuat dalam pidato, tetapi pemimpin yang kuat dalam tindakan. Bukan sekadar penguasa yang terkenal, tetapi penguasa yang meninggalkan jejak kebaikan yang abadi.

Rakyat menanti, bangsa berharap. Dan sejarah akan mencatat, siapa yang memilih menjadi penguasa yang bijaksana, dan siapa yang memilih sekadar berkuasa.

Ilham TribuneIndonesia.com

Berita Terkait

“Cinta dan Lahan Kaki Lima Duel Epik di Pelataran Cafe Agam”
Ketika Hati, Pikiran, dan Perbuatan Tak Sejalan (Refleksi Untuk Wakil Rakyat)
Viral Ojol Makan Siang di Istana, Sepatu Mewah Jadi Sorotan Publik
Sekilas Antara Reformasi 1998 dan Demonstrasi Saat Ini: Perbedaan Konteks, Pemicu, dan Dinamika
Sakit Gigi, Sakit “Murahan” yang Bisa Bikin Hidup Berantakan
Nisa, Putri Deli Serdang yang Harumkan Nama Daerah di Dangdut Academy 7 Indosiar
Judul Sensasional “Bupati Rasa Debt Collector” Media Jangan Jadi Kompor Konflik
Kritik Bukan Kejahatan, Mengapa Pemerintah Harus Belajar Mendengar Pers
Berita ini 26 kali dibaca

Berita Terkait

Rabu, 3 September 2025 - 16:10

Massa HMI Kepung DPRD Medan, Wong Chun Sen Absen, Tiga Wakil Ketua Turun Meredam

Rabu, 3 September 2025 - 14:22

RSU Mitra Guray Gelar Pemeriksaan Kesehatan Gratis di Kotarih, Warga Antusias

Rabu, 3 September 2025 - 03:36

Ketua DPRA Zulfadli Tuai Kontroversi, Usul Pemisahan Aceh dari Pusat

Rabu, 3 September 2025 - 02:39

Prabowo Sepakat Cabut Tunjangan Jumbo DPR, Gelombang Demo Tak Terbendung

Selasa, 2 September 2025 - 13:45

Sinergi Jurnalis, TNI, dan Pemerintah Desa Sukses Gelar Pasar Murah di Sugiharjo

Selasa, 2 September 2025 - 13:43

Tiga Kandidat Berebut Kursi Keuchik Pulo Ara Geudong Teungoh, Generasi Muda Jadi Harapan Baru

Selasa, 2 September 2025 - 08:52

Yonif TP.852/ABY Hadirkan Beras Murah, Warga Sugiharjo Antusias Sambut Program

Selasa, 2 September 2025 - 08:18

Arief Martha Rahadyan, B.Sc., M.Sc.,: Selamat & Sukses atas Hari Lahir Kejaksaan Republik Indonesia ke-80

Berita Terbaru

oplus_0

Feature dan Opini

“Cinta dan Lahan Kaki Lima Duel Epik di Pelataran Cafe Agam”

Rabu, 3 Sep 2025 - 15:49

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x