“Dari Iseng Menjadi Profesi: Kisah Chaidir Toweren Menemukan Rumahnya di Dunia Jurnalisme”

- Editor

Jumat, 9 Mei 2025 - 04:11

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh : Wen Bunsu

TribuneIndonesia.com

Di tengah hiruk pikuk kota Langsa, seorang pria tampak berdiri di pinggir jalan dengan langkah yang selalu penuh semangat, menapak hari dengan goresan pena tanpa pamrih hanya sebuah pengabdian diri pada nusa dan bangsa. Di balik penampilan sederhana dan tatapan tenangnya, ada kisah perjalanan panjang yang penuh liku. Namanya Chaidir Toweren, 50 tahun, seorang jurnalis yang namanya kini mulai sering tampil di dunia media. Namun, bagi Chaidir, semuanya berawal dari satu hal yang sangat sederhana: iseng.

Chaidir tumbuh menjadi remaja di sebuah kota kecil yang dulunya hanya sebuah kota kewedanan kini menjadi ibu kota salah satu kabupaten (Bireuen,red) di Provinsi Aceh, dari keluarga yang tak terlalu akrab dengan dunia tulis menulis. Ayahnya seorang tentara veteran yang kemudian mengakhiri karirnya sebagai tenaga Tata Usaha di Sekolah Pendidikan Guru (SPG), ibunya hanya seorang ibu rumah tangga yang selalu sibuk dengan aktivitas rumah tangga untuk mengurusi anak-anaknya yang mayoritas laki-laki. Sejak kecil, Chaidir dikenal pendiam tapi gemar mengamati. Ia sering mencatat hal-hal kecil yang terjadi di sekitarnya dalam buku tulis bekas sekolah atau kemudian mengarah ke dalam buku diary.

Chaidir juga memiliki pendidikan yang unik, pernah mengenyam pendidikan di dua sekolah kejuruan, akhirnya melanjutkan ke diploma satu ilmu komputer di ibukota Aceh walau tak selesai karena terlanjur mendapat pekerjaan dari sebuah perusahaan. Dirinya juga baru dapat melanjutkan kuliah setelah berusia 33 tahun di jurusan manajemen. Chaidir sejak dibangku sekolah dasar paling senang mengikuti pelajaran mengarang hingga akhirnya saat beranjak dewasa dirinya aktif mengelola majalah dinding di Mesjid karena aktif sebagai pengurus Remaja Mesjid. Keisengannya dalam mengeluarkan imajinasi kata-kata, yang mengantar dirinya terjun ke dunia broadcasting sebagai penyiar di dua radio swasta saat itu.

Hingga suatu hari, saat Aceh dilanda konflik jiwa jurnalisnya mulai menggelora, tetapi kondisi saat itu yang tidak kondusif dan sulitnya untuk bergabung menjadi jurnalis menjadikan hasrat yang ia miliki semakin terpendam. Akhirnya bersama geng musiknya, ia sering membuat tulisan iseng yang dimasukan dalam lagu yang dinyanyikan bersama the gank. Saat itu ia juga sempat berkeinginan masuk pelatihan jurnalis di ibukota tetangga, tetapi karena faktor ekonomi niat tersebut terus tersandung.

Chaidir menerima tawaran masuk ke dunia jurnalis pada tahun 2009, disalah satu media mingguan lokal, meski sama sekali belum tahu bagaimana menulis berita. Ia belajar dari nol, mengamati gaya penulisan jurnalis senior, membaca pedoman jurnalistik, dan tentu saja, turun ke lapangan, modal tidak malu bertanya menjadikan semangat adalah modal utama. Bahkan tambahan nama Toweren di belakang nama asli dirinya didapatkan saat dirinya terjun aktif di jurnalis.

Baca Juga:  Pemimpin Harus Siap Dikritik

“Waktu pertama kali disuruh meliput, objek yang pertama sekali saya liput adalah kampus dimana tempat saya mengenyam pendidikan yang saat itu sedang proses akreditasi dari BAN PT. Saya gugup, bingung mulai dari mana. Tapi saat melihat dan mengamati kondisi saya sadar tugas jurnalis bukan cuma menulis, tapi menjadi jembatan suara untuk menyampaikan sesuatu yang harus diketahui masyarakat terhadap apa yang ingin kita sampaikan.

Dari situlah kecintaannya tumbuh. Ternyata fakta tak sesuai harapan ditengah gairah dengan profesi yang baru di jalani, dirinya kembali mendapat panggilan untuk bekerja pada salah satu perusahaan ekspor hasil bumi di kota kelahirannya, tak tanggung-tanggung jabatan yang diemban juga membuat dirinya harus fokus pada pekerjaan tersebut.

Tak pantang menyerah walau sesibuk apapun dirinya juga menyempatkan membuat tulisan untuk di kirimkan setiap minggu, karena pekerjaan dan profesi adalah dua mata sisi yang harus dijalani beriringan.

Namun, perjalanan menjadi jurnalis bukan tanpa luka. Ia juga pernah mengalami kelelahan mental saat meliput bencana alam di kabupaten Aceh Tengah. Dan akhirnya mengajak teman-teman kampus turun kejalan untuk mengumpulkan donasi yang selanjutnya di salurkan ke daerah bencana.

“Kadang saya merasa terlalu banyak menyerap kesedihan orang lain. Tapi saya belajar untuk tidak tenggelam, dan tetap profesional,” katanya. Ia mulai mencari keseimbangan menjaga jarak emosional saat diperlukan, tapi tetap menjaga empati, karena profesi ini sudah terlatih saat dirinya menjadi seorang penyiar radio.

Chaidir bekerja dari satu media ke media, dari cetak ke online, dari media lokal hingga media nasional dan akhirnya kini dirinya memberanikan diri untuk membangun media online milik dirinya sendiri. Dengan fokus pada peliputan politik, sosial dan pemerintahan. Ia juga aktif membina komunitas jurnalis muda dan mengajar pelatihan menulis dasar di berbagai kota.

Baginya, jurnalisme bukan sekadar profesi, tapi rumah. “Jurnalisme menyatukan semua yang saya cintai: menulis, mendengar, berjalan, dan memperjuangkan keadilan,” ujarnya.

Ia masih ingat betul bagaimana semuanya berawal dari sebuah tulisan iseng di majalah dinding. Dan hari ini, tulisan-tulisannya telah mengubah banyak hal bagi pembaca, bagi sumber berita, dan terutama bagi dirinya sendiri. Tetapi tetap sadar, pro kontra dalam sebuah tulisan adalah produk alam yang tidak mungkin kita hindari.

Kisah Chaidir adalah bukti bahwa kadang sesuatu yang dimulai dari ketidaksengajaan bisa menjadi jalan hidup. Jurnalisme bukan hanya tentang headline dan berita cepat saji. Ia adalah ruang sunyi di mana suara-suara kecil bisa terdengar, dan tempat di mana idealisme diuji.

Dan bagi Chaidir, dunia jurnalistik telah memberinya lebih dari sekadar pekerjaan. Ia telah memberinya tujuan. Dan mengantarnya untuk tahu bahwa hidup adalah sebuah mata rantai.

Berita Terkait

Sekilas Antara Reformasi 1998 dan Demonstrasi Saat Ini: Perbedaan Konteks, Pemicu, dan Dinamika
Sakit Gigi, Sakit “Murahan” yang Bisa Bikin Hidup Berantakan
Nisa, Putri Deli Serdang yang Harumkan Nama Daerah di Dangdut Academy 7 Indosiar
Judul Sensasional “Bupati Rasa Debt Collector” Media Jangan Jadi Kompor Konflik
Kritik Bukan Kejahatan, Mengapa Pemerintah Harus Belajar Mendengar Pers
Bimtek Desa: Proyek Pemangku Kepentingan yang Membebani, Bukan Solusi
Langkah Tegas Mabes Polri: Melindungi Jurnalis, Mengingatkan Pers Jangan Jadi Penyalahguna Kebebasan
ASN Meradang,  Pemerintah Tak Peka
Berita ini 114 kali dibaca

Berita Terkait

Senin, 1 September 2025 - 00:52

Prabowo Kumpulkan Ketum Parpol di Istana: DPR Dicopot, Tunjangan Dicabut, Perusuh Dihantam Tegas!

Senin, 1 September 2025 - 00:32

Waspada Provokasi: Ketua Umum JWI Ramadhan Djamil Ajak Masyarakat Selektif Bermedia dan Jaga Persatuan Bangsa

Minggu, 31 Agustus 2025 - 12:28

Ketua PENA PUJAKESUMA dan Ketua PEPABRI Aceh Tamiang Imbau Masyarakat Jaga Persatuan, Jangan Terprovokasi

Minggu, 31 Agustus 2025 - 12:23

Keberadaan PT Asera Sagoesa di Pante Bidari Dinilai Tak Beri Manfaat, Marak Abaikan Tanggung Jawab Sosial

Minggu, 31 Agustus 2025 - 10:59

Kapolsek Batang Kuis Gandeng Ulama, Teguhkan Amal Agama di Tengah Masyarakat

Minggu, 31 Agustus 2025 - 07:28

NasDem Nonaktifkan Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari DPR

Sabtu, 30 Agustus 2025 - 14:41

Diduga Dibekingi Oknum Polisi, Penangkapan Bandar Sabu di Bener Meriah Ciderai Marwah Polri

Sabtu, 30 Agustus 2025 - 12:28

WAKIL BUPATI NUSAR AMIN PANTAU PENYALURAN MBG

Berita Terbaru

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x