BANDA ACEH | INN
Selasa (07/10/2025) — Desas-desus kebijakan pemotongan dana pusat ke daerah memicu kontroversi tajam. Ketua Sekretariat Bersama (Sekber) Aceh, Muhammad Kusyasyi, angkat bicara keras di hadapan awak media saat konferensi pers di sebuah warung kopi di Banda Aceh.
Pria yang akrab disapa Pangeran Muda itu menegaskan, rencana pemotongan anggaran sebesar 25 persen oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa sangat merugikan daerah, apalagi di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang masih terjepit.
“Pemotongan ini bukan hanya soal angka, tapi soal kepercayaan. Bagaimana masyarakat bisa percaya pada pusat kalau hak-hak daerah dipotong? Jangan sampai kebijakan ini memicu gejolak antara pusat dan daerah,” tegasnya.
Menurut Kusyasyi, langkah pemerintah pusat berpotensi memicu gesekan serius. Jika dana pembangunan, pendidikan, kesehatan, hingga gaji aparatur negara terganggu, masyarakat bisa kehilangan kesabaran.
“Coba bayangkan, kalau seluruh nusantara marah dan turun ke jalan mengecam Menteri Keuangan, siapa yang rugi? Tentu rakyat, termasuk rakyat Aceh. Ini kebijakan yang berbahaya!” ujarnya lantang.
Ia menilai, pemotongan 25 persen bukanlah angka kecil. Dampaknya bisa sangat besar bagi daerah otonomi khusus seperti Aceh yang memiliki kebutuhan strategis dalam pendidikan, infrastruktur, hingga pembangunan sumber daya manusia.
Kusyasyi mengingatkan bahwa Aceh punya peran besar dalam menjaga keutuhan NKRI. Namun ironisnya, justru dana pembangunan Aceh terancam dipangkas.
“Pengorbanan Aceh untuk republik ini tidak sebanding dengan perlakuan pusat bila dana dipotong. Jangankan membangun, untuk membayar gaji aparatur saja bisa jadi kekurangan,” sesalnya.
Ketua Sekber Aceh mendesak Presiden Prabowo Subianto agar turun tangan menghentikan kebijakan ini. Ia juga menegaskan DPR RI wajib memperjuangkan dana daerah sebagai hak rakyat yang tidak boleh diganggu.
“Kami berharap Presiden Prabowo mendengar jeritan daerah. DPR RI jangan hanya duduk di kursi empuk, mereka wajib memperjuangkan hak rakyat di daerah,” katanya.
Di akhir wawancara, Kusyasyi menekankan pentingnya sinergi, bukan perpecahan. “Kami ingin pembangunan berkelanjutan, bukan konflik. Menteri Keuangan harus memahami kondisi riil di daerah. Setiap kebijakan pusat harus menyesuaikan dengan kebutuhan rakyat, khususnya Aceh sebagai daerah otonomi khusus,” tutupnya. (##)

















