TRIBUNEIndonesia.com
Sebagian dari kita pernah menyaksikan, bahkan menjadi bagian dari sejarah Reformasi 1998 yang mengguncang bangsa. Kini, gelombang protes rakyat kembali membara, dipicu kebijakan pemerintah yang tak berpihak dan arogansi wakil rakyat yang pamer kemewahan di tengah himpitan hidup rakyat. Akankah aspirasi ini melahirkan perubahan sejati, atau justru chaos di tengah polarisasi media sosial? Jayalah rakyatnya, majulah bangsanya!
Miris sekaligus tersentak, kita menyaksikan demonstrasi yang marak di berbagai daerah, dari Jakarta hingga Makassar, dengan korban jiwa dan luka di kalangan massa aksi. Kekecewaan rakyat memuncak akibat kebijakan seperti kenaikan harga beras dan lambannya respons pemerintah terhadap krisis ekonomi. Wakil rakyat, yang seharusnya menjadi suara rakyat, justru kerap tampil sebagai “bos” yang memamerkan gaya hidup mewah, seperti kasus viral anggota DPR yang memposting mobil mewah di media sosial.
Reformasi 1998 masih membekas di ingatan. Krisis ekonomi, KKN, dan dwifungsi ABRI mendorong mahasiswa sebagai motor utama menggulingkan Soeharto. Namun, sisi kelamnya adalah etnis Tionghoa yang menjadi korban pelampiasan amarah massa, disalahkan atas ketimpangan ekonomi. Tuntutan saat itu jelas: akhiri Orde Baru.Demonstrasi saat ini jauh lebih kompleks. Akumulasi kekecewaan rakyat terhadap kebijakan yang tak berempati seperti kenaikan pajak atau minimnya bantuan sosial dan arogansi elite politik memicu aksi. Berbeda dengan 1998, rakyat kini menjadi garda terdepan, bukan mahasiswa. Dinamikanya pun terdesentralisasi, diperparah polarisasi di media sosial yang menyebarkan narasi kebencian dan disinformasi, memicu potensi konflik horizontal. Sasaran kemarahan kini adalah simbol kekuasaan: pemerintah, DPR, dan polisi.Aksi ini mencerminkan aspirasi rakyat untuk keadilan dan pemerintahan yang peduli. Pemerintah harus segera membuka dialog publik, menindak pejabat yang tidak sensitif, dan menerapkan kebijakan konkret, seperti subsidi bahan pokok, untuk meredam ketegangan. Kita semua, rakyat, pemerintah, dan media, punya peran untuk nyalah menjadikan demonstrasi ini langkah menuju perubahan, bukan kekacauan. Jayalah rakyatnya, majulah bangsanya! (##)














