PEMATANG SIANTAR | TribuneIndonesia.com
Praktik pungutan liar (pungli) di sektor parkir kian menggurita di Kota Pematang Siantar. Ditemukan sedikitnya 50 titik parkir liar beroperasi tanpa izin resmi dari Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Pematang Siantar.
Para pengguna kendaraan roda dua dan roda empat setiap harinya dipungut bayaran parkir berkisar Rp2.000 hingga Rp3.000, bahkan lebih, tanpa karcis dan tanpa kejelasan ke mana uang tersebut disetor.
Delapan Bulan Beroperasi, PAD Siantar Bocor Ratusan Juta
Fenomena pungli parkir ini bukan perkara baru. Berdasarkan pengamatan di lapangan, praktik tersebut telah berlangsung sejak Januari hingga Agustus 2025. Dengan estimasi kasar, potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) seharusnya masuk ke kas pemerintah mengalami kebocoran hingga Rp787.440.000 dalam kurun waktu delapan bulan terakhir.
Perhitungan tersebut didasarkan pada asumsi sederhana, rata-rata 50 titik parkir liar × 100 kendaraan per hari × Rp2.500 × 30 hari × 8 bulan = Rp787.440.000.
Seluruh dana hasil pungutan itu masuk ke kantong pribadi oknum jukir dan aparat, bukan ke rekening resmi Pemerintah Kota di Bank Sumut.
Oknum di Balik Setoran Gelap
Seorang juru parkir di kawasan Jalan WR Soepratman tepat di depan Kedai Kopi Soeaka membuka fakta mencengangkan. Ia mengaku bahwa kutipan parkir tidak disetorkan ke Dishub, melainkan kepada oknum aparat penegak hukum tertentu.
> “Kami setor ke oknum aparat, bg. Bukan ke dinas,” ungkapnya singkat sambil enggan menyebut nama.
Pernyataan ini memperkuat dugaan adanya jaringan pungli terstruktur, melibatkan oknum di luar Dinas Perhubungan memanfaatkan celah pengawasan lemah.
Dishub Bungkam & Publik Geram
Sementara itu, Poltak Simarmata, Kepala Bidang Teknik Sarana dan Prasarana Dishub Pematang Siantar, ketika dimintai konfirmasi, menolak berkomentar panjang.
> “Langsung aja sama Pak Kadis, bg,” ujarnya singkat, Kamis (30/10/2025).
Alwi Lumban Gaol, selaku Plt Kepala Dinas Perhubungan Kota Pematang Siantar, hingga berita ini dinaikkan tidak memberikan tanggapan sama sekali atas temuan pungli melibatkan bawahannya.
Dampak Sosial dan Citra Pemerintah
Akibat maraknya parkir liar ini, kerugian bukan hanya diderita pemerintah, tetapi juga warga kecil dan pelaku usaha mikro.
Pedagang kaki lima hingga penjual mi balap penjaja dagangan di lokasi parkir liar harus menanggung biaya tambahan, pada akhirnya membebani harga jual dan menurunkan daya saing usaha.
Lebih jauh, maraknya pungli parkir tanpa tindakan tegas justru mengikis kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah, khususnya terhadap Dishub di bawah kepemimpinan Alwi Lumban Gaol. Publik menilai, lemahnya pengawasan dan minimnya tindakan konkret menjadi ruang tumbuh suburnya praktik ilegal tersebut.
Menanti Sikap Tegas

Kebocoran PAD senilai hampir Rp800 juta seharusnya menjadi alarm serius bagi Pemerintah Kota Pematang Siantar. Penegakan hukum terhadap praktik pungli parkir bukan hanya urusan kecil soal retribusi, tetapi menyangkut integritas birokrasi dan tata kelola keuangan daerah.
Selama aparat dan pejabat terkait masih memilih diam, uang rakyat akan terus mengalir ke kantong pribadi segelintir oknum, sementara kas daerah tetap kosong.
(Wisnu Pramashena Detra Cakra Sembiring, S.Sos.)















