Tribuneindonesia.com
Dahulu kala, di ujung cakrawala kehidupan yang masih perawan dari noda kebencian, berdirilah sebuah negeri yang dikenal dengan nama Negeri Cinta. Negeri ini bukan sekadar tempat berpijak, tetapi menjadi simbol dari kasih sayang, kedamaian, dan harmoni yang hidup dalam setiap detak nadi warganya. Negeri ini tumbuh dari benih cinta yang ditanam dua insan agung,Sang Raja dan Sang Permaisuri,yang membangun tanah kelahiran ini dengan dasar kasih, empati, dan pengorbanan.
Negeri yang Dibangun dari Kasih dan Impian
Negeri Cinta lahir bukan karena kekuasaan atau ambisi, melainkan dari mimpi dua insan yang percaya bahwa manusia bisa hidup dalam cinta yang murni, tanpa tipu daya, tanpa pengkhianatan, tanpa dendam. Mereka percaya bahwa keindahan sejati bukan terletak pada gedung-gedung tinggi atau harta melimpah, tapi dalam tawa anak-anak, pelukan hangat antar sesama, dan air mata haru karena kebaikan yang tak terduga.
Di setiap sudut negeri ini, terdengar nyanyian alam yang berpadu dengan tawa riang warganya. Jalanan dipenuhi pelukan, bukan kemarahan. Pasar-pasar menjadi tempat pertukaran bukan hanya barang, tapi juga cerita, senyum, dan perhatian. Tidak ada rasa takut berjalan di malam hari, karena cinta dan kepercayaan adalah penerang sejati Negeri Cinta.
Anak-anak tumbuh tanpa rasa takut, para orang tua menjadi teladan, dan para pemimpin memimpin dengan hati, bukan dengan amarah. Hukum tertinggi negeri ini adalah kasih. Setiap orang menjaga hati orang lain seperti menjaga hatinya sendiri. Jika ada yang bersedih, seluruh desa ikut berduka. Jika ada yang bahagia, seluruh kota ikut tertawa.
Dua Insan Pengasih di Balik Negeri Cinta
Sang Raja dan Permaisuri Negeri Cinta adalah sosok yang bukan hanya memimpin, tetapi menjadi ayah dan ibu bagi rakyatnya. Mereka dikenal bukan karena mahkotanya, tapi karena kehangatan pelukan mereka, keikhlasan dalam berbagi, dan keteguhan hati dalam menjaga nilai cinta yang menjadi pondasi negeri itu.
Mereka tidak tinggal di istana megah yang terpisah dari rakyat. Rumah mereka terbuka bagi siapa saja, tanpa batasan status, warna kulit, atau agama. Mereka mengajarkan bahwa setiap manusia adalah bagian dari satu keluarga besar yang saling melengkapi. Dalam kesederhanaan itulah, cinta tumbuh subur di Negeri Cinta.
Keindahan yang Memikat Dunia
Berita tentang Negeri Cinta menyebar ke seluruh penjuru dunia. Banyak negeri lain merasa iri. Mereka heran, bagaimana mungkin sebuah negeri bisa hidup dalam kedamaian selama bertahun-tahun? Apakah mungkin manusia bisa saling mencintai tanpa pamrih?
Negeri-negara tetangga datang berkunjung, tak jarang dengan maksud tersembunyi. Tapi setiap kali mereka menginjakkan kaki di tanah Negeri Cinta, mereka pun ikut terhipnotis oleh energi cinta yang menyelimuti udara, oleh keramahan warganya, dan oleh kesucian hati para pemimpinnya.
Taman-taman di Negeri Cinta seperti serpihan surga. Bunga-bunga mekar seolah mengerti bahasa cinta yang tak terucap. Burung-burung berkicau bukan untuk mencari makan, tapi untuk memuji keharmonisan. Bahkan hujan pun turun dengan lembut, seakan menjaga perasaan tanah yang penuh kasih.
Retaknya Sebuah Mimpi
Namun, waktu terus berjalan. Seperti embun pagi yang akhirnya menguap, Negeri Cinta pun mulai merasakan perubahan. Perlahan tapi pasti, kepalsuan mulai menyusup ke dalam dinding-dinding kepercayaan. Bukan karena serangan dari luar, melainkan dari kelalaian di dalam.
Beberapa orang mulai merasa bosan dengan cinta yang sederhana. Mereka tergoda oleh janji-janji semu dari luar negeri: kekuasaan, kemewahan, dan ego. Nilai cinta mulai dianggap kuno. Kata “peduli” terdengar asing. Kata “maaf” dan “terima kasih” mulai hilang dari bibir warga.
Dari hari ke hari, wajah Negeri Cinta berubah. Pasar-pasar menjadi tempat penuh adu mulut. Anak-anak mulai belajar tentang benci, bukan kasih. Para pemimpin baru tidak lagi meneladani Sang Raja dan Permaisuri, tapi sibuk memperkaya diri sendiri. Cinta kini digantikan dengan politik kepentingan.
Sang Raja dan Permaisuri yang sudah menua hanya bisa menatap dengan mata berkaca-kaca. Mereka melihat negeri yang dulu mereka bangun dengan cinta, kini hancur pelan-pelan oleh kepalsuan, kebohongan, dan kerakusan. Hati mereka remuk, tapi mereka tak kuasa melawan arus zaman yang berubah terlalu cepat.
Negeri Cinta yang Hilang
Akhirnya, Negeri Cinta bukan lagi seperti dulu. Orang-orang menyebutnya Negeri Cinta yang Hilang. Bukan karena tanahnya lenyap, tapi karena jiwa cinta yang dahulu menghuni negeri itu telah musnah. Kini yang tersisa hanyalah nama, sejarah, dan kenangan indah yang terpendam di benak para orang tua.
Namun, meski cinta telah hilang dari permukaan, ia masih bersembunyi di dalam hati segelintir orang. Beberapa anak muda mulai bertanya: “Apakah benar dahulu negeri ini penuh cinta?” Mereka membaca catatan lama, menonton kisah Sang Raja dan Permaisuri, dan mulai percaya bahwa cinta bisa dihidupkan kembali.
Dari sinilah, harapan baru muncul. Sebab cinta sejati tak pernah benar-benar mati. Ia hanya tertidur, menunggu dibangkitkan oleh keberanian orang-orang yang mau mencintai dengan tulus, di tengah dunia yang penuh kepalsuan.
Cinta Harus Diperjuangkan
Negeri Cinta adalah cerminan dari hati kita semua. Ketika kita saling mencintai, negeri kita pun indah. Tapi ketika kita biarkan kepalsuan, kebohongan, dan ego menguasai, maka cinta akan hilang, dan yang tersisa hanyalah kehampaan.
Kini, di mana pun kita berada, kita bisa memulai kembali membangun Negeri Cinta. Bukan dengan membangun gedung-gedung tinggi, tapi dengan menanam cinta di hati kita masing-masing. Memaafkan, menghargai, mendengar, dan memberi tanpa pamrihitulah batu bata sejati untuk membangkitkan negeri yang telah hilang.
Negeri Cinta bisa hidup kembali. Tapi semua itu tergantung pada kita,apakah kita masih percaya bahwa cinta lebih kuat dari segala kepalsuan?
Oleh : Ilham Tribuneindonesia.com