Bitung, Sulut|Tribuneindonesia.com
Komitmen keras Presiden Republik Indonesia, Jenderal (Purn) H. Prabowo Subianto, dalam memberantas korupsi dan memastikan pengembalian uang negara tampaknya belum sepenuhnya bergema di daerah. Sabtu (25/10/25)
Sebuah fakta mencengangkan justru tersingkap di Kota Bitung, Sulawesi Utara, di mana muncul dugaan kuat adanya oknum pemerintah dan instansi yang terkesan mengabaikan instruksi Presiden dan bersikap ‘kebal hukum’ dalam pengelolaan anggaran publik.
Pasalnya, sorotan tajam kini mengarah pada proyek pembangunan senilai fantastis, yakni Belanja Pembangunan Baru Laboratorium Kesehatan Masyarakat yang didanai melalui DAK Fisik Kesehatan sebesar Rp 12,7 miliar.
Kejanggalan serius muncul setelah data resmi dari Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) menunjukkan bahwa proyek vital ini berstatus gagal tender.
Ironisnya, meski telah resmi dinyatakan gagal tender sesuai sistem pengadaan pemerintah, pekerjaan fisik di lokasi proyek dilapangan dilaporkan tetap berjalan hingga kini.
Kondisi ini secara terang-terangan menciptakan dugaan kuat adanya pelanggaran prosedur dan penyalahgunaan wewenang, mengingat ketentuan hukum melarang kelanjutan proyek tanpa melalui proses tender ulang yang sah atau mekanisme penunjukan sesuai regulasi.
Kecurigaan publik semakin diperparah oleh nilai proyek yang mencapai Rp 12,7 miliar.

Jika oknum terkait berdalih bahwa pengerjaan proyek dilakukan melalui mekanisme Penunjukan Langsung (PL), langkah ini dinilai mustahil secara hukum.
Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menetapkan batas maksimal nilai (PL) jauh di bawah nominal tersebut, sehingga menguatkan indikasi adanya skenario pelanggaran serius.
Situasi ini sontak memicu reaksi keras dari masyarakat dan aktivis. Ketua Ratu Prabu Center 08 Sulawesi Utara, Ustadz Adrianto Kaiko, mendesak agar Presiden Prabowo Subianto segera mengambil tindakan tegas.
”Proyek yang berstatus gagal tender tapi masih dilaksanakan jelas janggal dan berpotensi kuat melanggar hukum. Ini menyangkut integritas dan kepercayaan publik terhadap pemerintah,”
tegas Kaiko.
Lebih lanjut, Ustadz Adrianto Kaiko mendesak lembaga penegak hukum tingkat nasional, mulai dari Ketua KPK, Jaksa Agung, Kapolri, hingga Gubernur Sulawesi Utara, untuk segera turun tangan.

Tuntutan utama mereka adalah dilakukannya pengawasan dan evaluasi total guna membongkar seluruh mekanisme tersembunyi di balik kelanjutan proyek DAK Fisik Kesehatan ini.
Para pemerhati kebijakan publik di Bitung juga angkat bicara, menilai jika proyek tetap dijalankan tanpa proses tender, terdapat indikasi kuat pelanggaran terhadap dua payung hukum penting, Perpres No. 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, serta UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
”Kalau tender dinyatakan gagal tapi proyek tetap jalan, artinya ada yang bermain di belakang layar. Ini sudah bukan sekadar kesalahan administrasi, tapi bisa jadi praktik penyalahgunaan kekuasaan,”
ujar Arle Kristy Pongoh, salah satu aktivis pemerhati anggaran setempat.
Masyarakat menuntut Inspektorat, Kejaksaan, dan aparat hukum segera memeriksa sumber dana, pelaksana, serta mekanisme pembayaran yang digunakan.

Publik menilai kasus ini telah mencoreng citra akuntabilitas pemerintah daerah yang selama ini dielu-elukan.
”Anggaran Rp 12,7 miliar bukan uang kecil, itu uang rakyat yang harus dipertanggungjawabkan,”
tambah Ketua Ratu Prabu Center 08 Sulut, sembari menuntut pemasangan papan proyek dan pengumuman terbuka mengenai kontraktor, nilai kontrak, serta sumber pendanaan.
Kejadian di Bitung ini menjadi alarm keras bagi pemerintah provinsi dan pusat, memunculkan pertanyaan besar di benak masyarakat, Apakah oknum pemerintah di daerah ini kebal terhadap hukum, seolah sengaja menodai semangat anti-korupsi yang tengah digalakkan Presiden Prabowo?
Audit menyeluruh terhadap seluruh proyek DAK Fisik Kesehatan di Sulawesi Utara kini dinilai sebagai langkah mendesak untuk mencegah kerugian rakyat dan praktik “beraroma busuk” lainnya. (Kiti)















