Subulussalam | TribuneIndonesia.com
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasat Pol PP) Kota Subulussalam, Abdul Malik, menjadi sorotan publik usai diduga melakukan tindakan arogan terhadap masyarakat dengan menuding sebuah warung kopi sebagai tempat maksiat. Warung tersebut diketahui selama ini menjadi lokasi berkumpulnya sejumlah wartawan dan aktivis LSM, Rabu (16/07/25).
Insiden tersebut dilaporkan terjadi beberapa hari lalu, ketika Abdul Malik secara langsung menyampaikan tudingan tersebut dan bahkan diduga mengambil paksa perangkat speaker milik pemilik warung. Tindakan itu memicu kekecewaan dan kecaman dari berbagai pihak.
Seorang warga yang kerap beraktivitas di warung tersebut menyayangkan pernyataan dan sikap Kasat Pol PP. “Warung itu tempat orang ngopi, tempat ngobrol, kadang jadi tempat diskusi teman-teman media dan LSM. Kalau ada pelanggaran, seharusnya ditindak dengan cara yang beretika, bukan asal menuduh,” ujarnya.
Selain menuding tanpa bukti, Abdul Malik juga disebut telah melakukan intimidasi terhadap sejumlah jurnalis yang berada di lokasi saat kejadian. Tindakan tersebut dinilai tidak hanya mencoreng citra institusi Satpol PP, tetapi juga merusak hubungan antara aparat pemerintah dan masyarakat sipil.
“Menuduh tanpa dasar dan melakukan intimidasi kepada rekan-rekan wartawan saat mereka ngopi, tentu sangat kami sayangkan. Ini bukan hanya soal etika, tapi juga soal bagaimana seorang pejabat publik seharusnya bersikap,” kata salah satu aktivis lokal yang turut menyoroti kejadian ini.
Hingga berita ini diterbitkan, upaya konfirmasi kepada Abdul Malik belum membuahkan hasil. Yang bersangkutan dilaporkan menolak memberikan keterangan saat awak media mencoba menghubunginya. Sikap diam ini justru menimbulkan pertanyaan publik mengenai transparansi dan akuntabilitas pejabat tersebut dalam menjalankan tugasnya.
Para tokoh masyarakat dan pegiat sipil meminta Pemerintah Kota Subulussalam melakukan evaluasi terhadap kepemimpinan Abdul Malik. Mereka menekankan pentingnya membangun komunikasi yang sehat antara aparat dan masyarakat, serta menyerukan agar tindakan-tindakan yang berpotensi merusak kepercayaan publik tidak lagi terjadi.
“Pejabat publik, apalagi yang bertugas di bidang ketertiban umum, seharusnya menunjukkan sikap bijaksana, tidak arogan, dan menjunjung etika pelayanan. Tindakan semena-mena akan memperlebar jarak antara pemerintah dan rakyatnya,” pungkas salah satu warga.
Redaksi: Syahbudin Padank | Tim FW FRN Fast Respon Counter Polri Nusantara