Gibran, Baju Adat Gayo, dan Jejak Jokowi di Tanah Sejuk

- Editor

Minggu, 17 Agustus 2025 - 12:17

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Caption : Gibran Rakabuming Raka Wakil Presiden Republik Indonesia ke-14, menggenakan baju adat Gayo saat mengikuti upacara HUT RI Ke-80.

Caption : Gibran Rakabuming Raka Wakil Presiden Republik Indonesia ke-14, menggenakan baju adat Gayo saat mengikuti upacara HUT RI Ke-80.

TribuneIndonesia.com

Pada peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Republik Indonesia, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka tampil mengenakan baju adat dari Gayo. Sebuah pilihan yang tidak hanya meneguhkan identitas kebangsaan, tetapi juga mengirim pesan mendalam tentang kecintaan pada keberagaman budaya Nusantara.

Kita tentu memahami, setiap pemimpin nasional memiliki caranya sendiri dalam memaknai panggung kemerdekaan. Namun, apa yang dilakukan Gibran kali ini bukan sekadar seremoni berpakaian adat. Ada nilai simbolik yang menghubungkan sejarah keluarga dan kenangan kolektif bangsa. Sang ayah, Presiden ke-7 Joko Widodo, pernah menetap di Tanah Gayo pada masa mudanya. Gibran seakan hendak mengatakan, sejarah itu tidak boleh dilupakan.

Baju adat Gayo yang dikenakan Gibran menjadi jembatan antara masa lalu dan masa kini. Ia memelihara ingatan bahwa tanah tinggi berhawa sejuk di Aceh Tengah bukan hanya menyimpan panorama indah, tetapi juga sejarah kebangsaan, kisah hidup, dan pengalaman yang membentuk pribadi seorang pemimpin bangsa. Dengan tampil dalam balutan pakaian adat Gayo, Gibran seakan ingin mengingatkan bahwa Indonesia berdiri kokoh di atas keragaman budaya daerah yang harus dirawat dan dihormati.

Kita patut menilai pilihan ini sebagai bentuk penghormatan kepada Gayo dan masyarakatnya, sekaligus bukti nyata bahwa budaya lokal tetap mendapat tempat terhormat di panggung nasional. Lebih jauh, langkah ini mengandung pesan politik kebangsaan: seorang wakil presiden adalah milik seluruh rakyat, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas hingga Pulau Rote.

Momentum ini juga bisa menjadi dorongan baru bagi masyarakat Gayo sendiri. Bahwa kebudayaan tidak boleh sekadar menjadi warisan yang disimpan di museum atau dijadikan tontonan pada acara seremonial. Ia harus menjadi napas kehidupan, identitas, dan kebanggaan yang diperjuangkan di tengah arus modernitas.

Baca Juga:  Polresta Deli Serdang Gencarkan Siskamling, Warga Merasa Aman dan Nyaman

Gibran, dengan gayanya yang sederhana namun penuh makna, mengajarkan bahwa kekuatan budaya adalah kekuatan bangsa. Ia memperlihatkan bahwa nasionalisme bukan hanya soal pembangunan infrastruktur atau pertumbuhan ekonomi, tetapi juga penghormatan pada akar budaya yang menyatukan kita sebagai bangsa Indonesia.

Sejarah memang punya cara unik untuk berputar. Jika dulu Joko Widodo muda merajut kisah hidup di Tanah Gayo, hari ini sang anak, Gibran Rakabuming Raka, sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia, menghadirkan Gayo di jantung upacara kemerdekaan. Sebuah penghormatan yang meneguhkan, bahwa budaya lokal bukan pinggiran, melainkan pusat dari identitas Indonesia.

Namun, catatan kritis tetap perlu ditegaskan. Mengenakan baju adat hanyalah simbol, sementara tugas nyata jauh lebih berat: bagaimana negara hadir bagi masyarakat Gayo yang masih menghadapi persoalan klasik dari infrastruktur yang terbatas, pendidikan yang tertinggal, hingga kesejahteraan petani kopi yang belum sepenuhnya mendapat perhatian. Simbol budaya tanpa aksi nyata akan berakhir sebagai seremoni kosong.

Kini, publik menunggu apakah Gibran mampu membuktikan bahwa kecintaan pada budaya tidak berhenti di panggung upacara, melainkan diwujudkan dalam kebijakan nyata. Jika benar ingin menghormati jejak ayahnya di Tanah Gayo, maka keberpihakan terhadap rakyat Gayo harus lebih dari sekadar pakaian adat: ia harus menjadi program, anggaran, dan tindakan nyata.

Oleh : Chaidir Toweren (Wakil ketua Persatuan Musara Gayo kota Langsa (MUSGA)

Berita Terkait

Meningkatkan Potensi Sektor Perikanan di Payangan untuk Kesejahteraan Masyarakat
Banjir Dua Pekan, Luka Kemanusiaan, dan Pengkhianatan Nurani di Batang Kuis Ketika Warga Tenggelam,10 Pegawai Puskesmas Justru Pergi Berwisata
Pembangunan Masjid di Aceh Tenggara Jadi Ladang Masalah, Ketua Panitia Diduga Tutupi Keuangan Dana Umat, Warga Minta Diusut
PROFIL ARIEF MARTHA RAHADYAN,B.Sc.,M.Sc
Antar Surat Pengaduan, Warga Sebut Pegawai Puskesmas Batang Kuis Kurang Etika
Diduga Liburan ke Luar Negeri Saat Banjir, Tokoh Pemuda Batang Kuis Laporkan Kepala Puskesmas dan 10 Pegawai ke Bupati Deli Serdang
10 Pegawai Puskesmas Batang Kuis Mangkir Saat Banjir, BKPSDM Terbitkan Teguran
Masyarakat Desa Dayah Tanoh Salurkan Bantuan Sembako untuk Warga Blang Pandak, Tangse
Berita ini 158 kali dibaca
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

Berita Terkait

Jumat, 19 Desember 2025 - 01:14

Percepat Pemulihan Pasca Bencana, HRD Kembali Boyong Kementerian PU dan Kementerian PKP ke Aceh

Kamis, 18 Desember 2025 - 14:45

Pastikan Keamanan Nataru, Kapolsek Matuari Tinjau Pembangunan Pos Pelayanan Terminal Tangkoko

Kamis, 18 Desember 2025 - 12:48

Tokoh Pendiri Bireuen H.Subarni Agani Bertahun-tahun Sedekah, Zakat, dan Harapan Rakyat

Kamis, 18 Desember 2025 - 09:34

​Penyegaran Struktur Organisasi, AKP Rusman Mohammad Saleh Resmi Jabat Kabag SDM Polres Bitung

Kamis, 18 Desember 2025 - 08:52

Jaksa Tahan Mantan Keuchik Desa Karieng Kecamatan Peudada, Perkara Korupsi Dana APBG

Kamis, 18 Desember 2025 - 03:58

Nelayan Pateten Keluhkan Lonjakan Tarif Masuk Pelabuhan Pelindo yang Dinilai Tak Transparan

Kamis, 18 Desember 2025 - 03:56

Terduga Pelaku Pencurian Dihakimi Massa di Tembung, Polisi Lakukan Penanganan

Kamis, 18 Desember 2025 - 01:47

Seluruh Fasilitas SMAN 1 Samalanga Terendam Banjir Dan Lumpur Tebal “Bagaimanakah Nasib Peserta Didik Disekolah Ini”

Berita Terbaru

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x