Oleh : Chaidir Toweren
TribuneIndonesia.com
Program makanan bergizi gratis yang digembar-gemborkan pemerintah sebenarnya dilandasi niat mulia, memperbaiki gizi anak sekolah, menekan angka stunting, dan meningkatkan kualitas pendidikan. Namun, realitas di lapangan jauh dari harapan. Banyak laporan orang tua yang mengeluh menu tidak sesuai selera anak, makanan kurang higienis, distribusi kacau, bahkan ada yang berakhir di tong sampah. Sebuah program dengan biaya triliunan rupiah, sayangnya masih menyisakan pemborosan.
Kini muncul wacana mengganti makanan gratis dengan bantuan tunai. Bagi sebagian orang, ini terdengar radikal. Tetapi jika kita berpikir jernih, ide ini justru lebih masuk akal. Bantuan tunai memberikan keleluasaan kepada orang tua untuk menentukan sendiri kebutuhan gizi anak mereka. Tidak ada lagi alasan makanan basi, menu tidak habis, atau kualitas yang dipertanyakan. Dengan uang di tangan, orang tua bisa membeli bahan segar di pasar, memasak sesuai selera keluarga, dan memastikan anak makan dengan lahap.
Lebih dari itu, bantuan tunai dapat menggerakkan ekonomi lokal. Warung kecil, pedagang sayur, hingga petani akan merasakan dampak langsung karena uang benar-benar berputar di masyarakat. Artinya, program ini bukan hanya soal gizi, tetapi juga soal pemberdayaan ekonomi rakyat.
Tentu, risiko penyalahgunaan dana selalu ada. Tetapi bukankah setiap program memiliki celah? Yang dibutuhkan bukan mundur dari ide besar, melainkan pengawasan ketat dan edukasi gizi yang konsisten. Pemerintah bisa memanfaatkan teknologi digital untuk memantau penyaluran, sementara sekolah dapat berperan dalam memastikan anak-anak benar-benar menerima manfaat.
Daripada terus-menerus menggelontorkan makanan yang tak termakan, lebih baik pemerintah memberi kepercayaan kepada masyarakat. Bantuan tunai adalah bentuk penghargaan pada kemandirian keluarga sekaligus langkah nyata memperbaiki efektivitas program.
Sudah saatnya kita berhenti membela sistem yang gagal. Jika tujuan utamanya adalah generasi sehat dan cerdas, maka jalannya jelas, uang tunai lebih efektif ketimbang nasi kotak yang mubazir.
Kesehatan anak bangsa terlalu penting untuk dipertaruhkan pada program setengah matang.















