PANDEGLANG|Tribuneindonesia.com
Dugaan carut-marut proyek irigasi yang berada di bawah tanggung jawab Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau–Ciujung–Cidurian (BBWS C3) kembali menyeruak. Dua paket kegiatan yakni Daerah Irigasi (D.I.) Cukang Sadang di Kecamatan Pagelaran dan D.I. Cidahu Hilir di Kecamatan Cikedal, Kabupaten Pandeglang, kini menjadi sorotan tajam publik.
Proyek yang dikerjakan oleh PT Nindya Karya (Persero) tersebut diduga tidak sesuai dengan spesifikasi teknis (spektek) serta dinilai mengabaikan penerapan aspek keselamatan dan kesehatan kerja (K3) sebagaimana diatur dalam regulasi pemerintah.
Hasil pantauan di lapangan memperlihatkan adanya sejumlah titik pekerjaan pasangan batu yang dikerjakan saat kondisi masih tergenang air. Hal ini menimbulkan kekhawatiran serius terhadap mutu dan ketahanan struktur bangunan.

“Kalau pekerjaan dilakukan saat air belum surut, itu jelas berisiko. Batu tidak akan menempel sempurna pada adukan semen. Akibatnya bisa fatal — struktur cepat rusak,” ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya, Rabu (5/11/2025).
Sementara itu, saat dikonfirmasi, pihak pelaksana lapangan PT Nindya Karya bernama Damar memilih bungkam dan enggan memberikan keterangan kepada wartawan terkait temuan tersebut.
Kondisi tersebut memantik reaksi keras dari berbagai elemen masyarakat. Aktivis Barisan Rakyat Anti Penindasan (Bara Api) dan Asosiasi Wartawan Demokrasi Indonesia (AWDI) DPC Kabupaten Pandeglang) menilai, dugaan pelanggaran teknis tersebut tidak bisa dibiarkan begitu saja.
Andi Irawan, aktivis Bara Api, mendesak BBWS C3 dan PT Nindya Karya untuk segera melakukan evaluasi dan audit mutu pekerjaan di lapangan.
“Proyek irigasi ini menggunakan uang rakyat. Kalau ditemukan pekerjaan asal jadi, kami minta aparat penegak hukum turun tangan. Jangan sampai mutu dikorbankan demi target pencairan anggaran,” tegas Andi.
Senada, Jaka Somantri, Sekretaris Jenderal AWDI DPC Kabupaten Pandeglang, menilai sikap tertutup dari pihak pelaksana menunjukkan adanya dugaan ketidakterbukaan dan lemahnya pengawasan dari instansi terkait.
“BBWS C3 selaku penanggung jawab proyek harus terbuka. Kalau memang benar ada pekerjaan yang dilakukan di tengah genangan air, itu pelanggaran spektek dan melanggar prinsip K3. Kami akan kirim surat resmi klarifikasi kepada BBWS C3 dan PT Nindya Karya,” ujar Jaka.
Sebagai catatan, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi menegaskan bahwa setiap penyedia jasa wajib melaksanakan pekerjaan sesuai spesifikasi teknis dan ketentuan keselamatan kerja. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenai sanksi administratif hingga pidana.
Selain itu, dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Permen PUPR) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi (SMKK) disebutkan bahwa pelaksana proyek wajib menjamin keselamatan tenaga kerja dan mutu hasil pekerjaan, termasuk memastikan kondisi lingkungan kerja aman dan layak sebelum pekerjaan dimulai.
Sementara pada aspek pengawasan, Pasal 9 ayat (2) Permen PUPR Nomor 8 Tahun 2023 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Pekerjaan Konstruksi menegaskan bahwa pengawas lapangan dan konsultan pengawas berkewajiban menghentikan sementara pekerjaan yang tidak memenuhi ketentuan teknis atau dilakukan dalam kondisi membahayakan struktur.
Dengan sederet temuan dan regulasi yang jelas, publik kini menanti langkah tegas dari pihak BBWS C3 dan aparat penegak hukum. Jika dugaan pekerjaan asal-asalan terbukti, hal ini bukan hanya soal ketidakpatuhan teknis, tetapi juga bentuk pengabaian terhadap tanggung jawab negara dalam mengelola uang rakyat.”(Tim/red)

















