Oleh : Chaidir Toweren (Ketua Perwal)
TribuneIndonesia.com
Kabar mundurnya Kepala Dinas Perhubungan Kota Langsa dari jabatannya menimbulkan banyak spekulasi di ruang publik. Ada yang menilai pengunduran diri ini semata-mata karena persiapan pensiun, ada pula yang menyebutnya sebagai upaya menghindari tekanan politik maupun birokratis. Namun, yang paling menarik adalah dugaan bahwa mundurnya sang pejabat terkait erat dengan rencana besar Pemerintah Kota Langsa dalam melakukan peleburan 11 Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
Langkah pengunduran diri ini tentu bukan sekadar berita biasa. Ia menjadi refleksi dari dinamika pemerintahan daerah yang sedang memasuki fase penting, perampingan struktur birokrasi. Wali Kota Langsa, Jeffry Sentana S Putra, SE sudah menegaskan bahwa kebijakan penggabungan dan peleburan OPD bertujuan untuk menciptakan efisiensi dan efektivitas kerja birokrasi, sejalan dengan program pemerintah pusat. Namun, di balik alasan normatif itu, selalu ada dampak yang dirasakan secara personal oleh para pejabat eselon II yang menjadi “pemain utama” dalam birokrasi.
Peleburan OPD memang menjadi tren di banyak daerah. Pemerintah pusat menghendaki agar struktur birokrasi lebih ramping, lincah, dan tidak boros anggaran. Dengan 37 OPD yang ada saat ini, Pemko Langsa dinilai terlalu gemuk. Maka, perampingan menjadi sebuah keniscayaan. Namun, tidak bisa dipungkiri, di balik jargon efisiensi terdapat risiko besar, banyak pejabat akan kehilangan jabatan.
Dari informasi yang beredar, sejumlah dinas yang akan dilebur antara lain Dinas Komunikasi dan Informatika, Dinas Sosial, Dinas Pemuda dan Olahraga, hingga Dinas Lingkungan Hidup. Termasuk juga Dinas Perhubungan yang kabarnya akan digabung dengan sektor telekomunikasi. Jika prediksi ini benar, maka posisi Kepala Dinas Perhubungan jelas tidak lagi aman. Tidak heran bila muncul analisis bahwa mundurnya kepala dinas tersebut merupakan bentuk “strategi selamat” sebelum akhirnya diberhentikan karena peleburan struktur.
Orang Kedua yang Mundur
Yang membuat kabar ini semakin menarik, Kepala Dinas Perhubungan Langsa bukanlah pejabat pertama eselon II yang mundur. Sebelumnya, Direktur RSUD Kota Langsa juga lebih dulu menyatakan pengunduran diri dari jabatannya. Artinya, sudah ada dua pejabat penting dalam tubuh Pemko Langsa yang memilih keluar lebih awal.
Fenomena ini memunculkan pertanyaan besar, apakah ini sekadar kebetulan, atau justru gejala bahwa ada ketidakpastian serius di tubuh birokrasi Langsa? Dua pejabat eselon II mundur dalam kurun waktu berdekatan tentu bukan sinyal kecil. Publik bisa menafsirkan bahwa perampingan OPD mulai menimbulkan keresahan di kalangan pejabat.
Spekulasi lain menyebut bahwa pengunduran diri itu berkaitan dengan persiapan pensiun. Alasan ini tentu logis dan bisa diterima publik. Namun, melihat momentum dan konteks kebijakan peleburan OPD, sulit rasanya untuk menampik keterkaitannya. Ada pula isu bahwa sang pejabat mundur demi menghindari tekanan. Tekanan bisa datang dari berbagai arah, mulai dari ketidakpastian posisi akibat restrukturisasi, dinamika internal birokrasi, hingga tarik-menarik kepentingan politik di level daerah.
Di titik ini, publik wajar mempertanyakan: apakah mundurnya dua pejabat eselon II ini adalah sebuah sikap kesatria, mengundurkan diri sebelum dicopot? Ataukah ini sebuah bentuk pesimisme terhadap masa depan birokrasi Langsa yang semakin tidak pasti?
Perampingan 11 OPD bukan sekadar agenda teknis. Ini adalah perubahan besar yang akan menentukan arah birokrasi Kota Langsa ke depan. Jika dijalankan dengan benar, langkah ini bisa menghasilkan tata kelola pemerintahan yang lebih efisien dan hemat anggaran. Namun, jika tidak disertai dengan perencanaan matang, justru berpotensi menimbulkan kekacauan, terutama dalam pelayanan publik.
Penggabungan OPD harus dipastikan tidak hanya mengejar efisiensi struktural, tetapi juga kualitas kerja. Jangan sampai penggabungan malah menambah beban kerja yang tidak proporsional, memperlemah koordinasi, atau menimbulkan ketidakjelasan kewenangan. Publik tentu berharap bahwa restrukturisasi ini bukan sekadar “menyusutkan kursi pejabat,” melainkan benar-benar meningkatkan kinerja birokrasi.
Tantangan bagi Wali Kota
Dalam situasi seperti ini, tantangan terbesar ada pada kepemimpinan Wali Kota Jeffry Sentana S Putra, SE. Ia harus memastikan bahwa proses peleburan OPD tidak menjadi ajang “bagi-bagi kursi” atau “adu kuat” antar pejabat. Transparansi dan akuntabilitas sangat penting. Publik perlu diyakinkan bahwa keputusan ini semata-mata untuk efisiensi, bukan karena alasan politik atau kepentingan kelompok tertentu.
Mundurnya Kepala Dinas Perhubungan sebagai pejabat kedua yang melepas jabatan, setelah Direktur RSUD Kota Langsa, bisa menjadi sinyal awal dari gelombang yang lebih besar. Bukan tidak mungkin, akan ada pejabat-pejabat lain yang memilih langkah serupa, baik karena kesadaran pribadi maupun karena tekanan situasi. Jika tidak dikelola dengan baik, kondisi ini bisa menimbulkan instabilitas birokrasi di tubuh Pemko Langsa.
Dari kasus ini, pejabat lain seharusnya belajar bahwa jabatan adalah amanah yang sifatnya sementara. Perubahan struktur birokrasi adalah hal yang wajar dalam dinamika pemerintahan. Yang lebih penting adalah bagaimana seorang pejabat meninggalkan legacy berupa kinerja dan kontribusi nyata, bukan sekadar mempertahankan kursi.
Mundurnya seorang pejabat bukanlah aib, justru bisa menjadi contoh kedewasaan sikap bila dilakukan dengan alasan yang tepat. Namun, bila mundur karena tidak sanggup menghadapi tantangan atau tekanan, publik tentu berhak mempertanyakan integritas dan komitmennya.
Mundurnya Kepala Dinas Perhubungan Langsa sebagai pejabat eselon II kedua yang mengundurkan diri, setelah Direktur RSUD Kota Langsa, adalah sebuah momentum yang patut direnungkan. Apakah ini pertanda sehatnya dinamika birokrasi yang memberi ruang bagi pejabat untuk memilih jalan sendiri? Ataukah justru sinyal dari ketidakpastian arah kebijakan yang membuat para pejabat gamang?
Satu hal yang pasti, restrukturisasi OPD di Kota Langsa adalah langkah besar yang tidak bisa dihindari. Tinggal bagaimana pemerintah daerah memastikan bahwa peleburan ini membawa manfaat nyata bagi masyarakat, bukan hanya sekadar wacana efisiensi di atas kertas.
Pada akhirnya, jabatan bisa berganti dan struktur bisa berubah, tetapi yang akan dikenang publik adalah sejauh mana pejabat dan birokrasi memberikan pelayanan terbaik bagi warga Kota Langsa. (##)