Batang Kuis I Tribuneindonesia.com
Di sudut sunyi Jalan Tembakau Deli, Batang Kuis, berdirilah sebuah bangunan yang kini hanya tinggal bayang-bayang masa lalu. Gedung tua itu, yang dulu megah dan menjadi tempat bercengkerama para pemiliknya, kini hanya menyisakan kesunyian dan derita.
Compang-camping dan rapuh, ia seakan menangis dalam diam. Tak ada lagi yang peduli. Tak satu pun yang menoleh. Ia dilupakan, seperti kacang lupa akan kulitnya. Padahal dulu, dialah primadona, tempat tawa dan cerita.
Waktu terus bergulir. Seiring datangnya gedung-gedung baru yang lebih mewah, ia ditinggalkan begitu saja. Bak kekasih lama yang disisihkan demi cinta yang lebih muda dan menarik, nasibnya tak ubahnya lirik lagu dangdut: rumput tetangga memang lebih hijau.
Lahir tahun 1960, gedung ini dulunya adalah simbol kekuatan dan kejayaan. Kini, ia hanya menunggu waktu untuk runtuh, dimakan usia dan debu. Orang-orang yang dulu membanggakannya telah pergi, lupa akan kenangan yang pernah mereka rajut bersama bangunan ini.
Namun bagi sebagian yang pernah singgah, gedung ini masih menyimpan jejak—jejak kenangan yang tak akan pernah hilang. Ia mungkin rapuh, tapi kekokohannya menyimpan luka dan cerita yang tak bisa ditandingi gedung-gedung modern.
Gedung tua itu bukan sekadar bangunan ia adalah saksi bisu akan cinta, kehilangan, dan pengkhianatan waktu.
Ilham Tribuneindonesia.com















