L
Medan |Tribuneindonesia.com
Dewan Pimpinan Pusat TKN Kompas Nusantara mendesak digelarnya Rapat Dengar Pendapat (RDP) oleh Komisi III DPRD Kota Medan menyusul polemik alih fungsi lahan eks Pasar Aksara yang kini berubah menjadi kafe elite. Mereka menilai penyewaan lahan milik Pemerintah Kota Medan oleh Perusahaan Umum Daerah (PUD) Pasar kepada pihak ketiga berpotensi menyalahi aturan, melukai keadilan sosial, dan mengabaikan hak-hak para pedagang korban kebakaran tahun 2016.
Polemik ini mencuat ke publik setelah Wali Kota Medan, Rico Tri Putra Bayu Waas, memberikan pernyataan bahwa pemanfaatan lahan tersebut telah sesuai aturan. Pernyataan itu disampaikan setelah ia melakukan peninjauan langsung ke lokasi pada Rabu (11/6/2025). Rico menjelaskan bahwa aset tersebut berada dalam pengelolaan PUD Pasar Kota Medan dan selama masa sewa di bawah lima tahun, tidak diperlukan izin dari Pemko. Namun, ia juga mengakui perlunya evaluasi ulang terhadap proses kerja sama agar tidak menimbulkan konflik atau kesan tertutup.
Namun, pernyataan tersebut belum meredam gejolak yang muncul dari masyarakat sipil. Ketua Umum DPP TKN Kompas Nusantara, Adi Warman Lubis, dengan tegas menyatakan bahwa penyewaan lahan eks Pasar Aksara tersebut sarat pelanggaran. Ia menyebut bahwa pembangunan kafe dilakukan tanpa papan proyek, tanpa sosialisasi kepada publik, serta tanpa izin resmi sejak awal.
“Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) baru diterbitkan pada 4 Juni 2025. Ini memperkuat dugaan adanya pembiaran sistemik oleh Pemko Medan,” tegas Adi Warman pada Sabtu pagi, 14 Juni 2025, saat ditemui di kantornya di Jalan Prof. H.M. Yamin, S.H, tepat di depan RSUD Dr. Pirngadi Medan.
Berdasarkan data resmi, izin PBG untuk bangunan tersebut baru dikeluarkan pada 4 Juni 2025 atas nama T, warga Jalan Jenderal Sudirman No. 566, Dusun XII, Kelurahan Tanjung Jati, Kecamatan Binjai, Kabupaten Langkat. Lokasi bangunan sendiri terletak di sudut Jalan Aksara dan Jalan Prof. H.M. Yamin, Kelurahan Bantan, Kecamatan Medan Tembung, dengan klasifikasi “Rumah Minum/Kafe” satu lantai, sesuai dengan dokumen SK-PBG-127114-04062025-015.
TKN Kompas menilai pengawasan dari instansi terkait, seperti Dinas Perizinan maupun pengelola aset publik, sangat lemah. Mereka menuntut DPRD Kota Medan segera memanggil para pihak yang terlibat—mulai dari mantan Dirut PD Pasar Suwarno, Pejabat Dirut PUD Pasar saat ini Imam Abdul Hadi, hingga pihak penyewa lahan—dalam forum RDP terbuka. Transparansi soal legalitas bangunan, nilai sewa, serta aliran dana ke kas daerah menjadi fokus tuntutan.
Menurut Adi Warman, kawasan eks Pasar Aksara seharusnya dikembalikan fungsinya sebagai pasar rakyat yang berpihak pada pedagang kecil. Ia menilai proyek alih fungsi tersebut lebih mencerminkan kepentingan segelintir elite daripada pemulihan ekonomi rakyat.
“Kami menduga Pemko Medan mengabaikan prinsip keterbukaan dan keadilan dalam pengelolaan aset publik,” ujarnya dengan nada serius.
Pejabat Dirut PUD Pasar, Imam Abdul Hadi, saat dikonfirmasi membela keputusan lembaganya. Ia menyebut bahwa penyewaan dilakukan berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kota Medan Nomor 4 Tahun 2021 tentang PUD Pasar. Ia juga mengklaim bahwa kehadiran kawasan kuliner tersebut mampu menggerakkan ekonomi lokal, membuka lapangan kerja, dan menjadi ruang bagi UMKM berkembang.
Namun, ketika ditanya soal berapa nilai sewa yang disepakati dengan penyewa, Imam menyatakan dirinya lupa. Pernyataan ini menimbulkan lebih banyak tanda tanya, mengingat nilai lahan eks Aksara disebut-sebut mencapai angka fantastis.
Sampai saat ini, belum ada pernyataan resmi mengenai berapa nominal nilai sewa tersebut dan apakah seluruh pendapatan sewa sudah benar-benar masuk ke kas daerah. Publik bertanya-tanya: apakah aset strategis milik rakyat ini benar-benar dikelola untuk kepentingan publik, atau malah mengalir ke kantong pribadi atau kelompok tertentu?
TKN Kompas Nusantara menegaskan komitmennya untuk terus mengawal kasus ini hingga tuntas. Bila tidak ada langkah transparan dari Pemko Medan maupun DPRD Kota Medan, mereka siap menggelar aksi damai lanjutan bersama masyarakat yang menolak penggusuran terselubung terhadap hak-hak pedagang.
“Bagi kami, eks Pasar Aksara bukan sekadar lahan kosong atau peluang bisnis. Ini simbol keadilan yang belum ditegakkan sejak insiden kebakaran 2016. Saatnya publik menguji komitmen pemerintah terhadap transparansi, akuntabilitas, dan keberpihakan pada rakyat kecil,” tegas Adi Warman.
Tribuneindonesia.com