Takengon – Aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Kecamatan Linge, Kabupaten Aceh Tengah, kian hari semakin massif. Pihak Polres Aceh Tengah melalui Satreskrim mengaku telah turun ke lapangan untuk melakukan pengecekan pada 16 Desember 2024. Namun, hasil penelusuran aparat penegak hukum (APH) tersebut tidak menemukan adanya alat berat seperti excavator ataupun aktivitas tambang yang sedang berlangsung di lokasi.
Peneliti Indonesian Public Institute (IPI), Abdan, menilai bahwa tidak sulit untuk mengetahui siapa aktor di balik aktivitas tambang emas ilegal yang semakin merajalela di Aceh Tengah. Ia menyebut, keterlibatan berbagai pihak, termasuk aparat dan tokoh masyarakat, membuat aktivitas tambang tersebut sulit dihentikan.
“Pemainnya kan si Kuara, dia putra asli Linge. Satu lagi, si Helmi, dia yang bertugas mengoordinir pemodal dari luar Aceh Tengah,” kata Abdan kepada wartawan, Sabtu (15/3/2025).
Abdan menambahkan, kuat dugaan bahwa para pelaku tambang ilegal tersebut mendapatkan perlindungan dari sejumlah oknum yang memiliki kekuasaan. Hal itu, menurutnya, menjadi alasan mengapa aktivitas PETI di wilayah tersebut tetap berlangsung meski ada desakan dari berbagai pihak untuk ditertibkan.
Sebelumnya, pada rentang Februari hingga Maret 2025, di jagat maya beredar sejumlah video yang memperlihatkan aktivitas penambangan emas ilegal di aliran Sungai Lumut dan Sungai Gerpa, Kecamatan Linge.
Tak hanya itu, beberapa aktivis di Aceh Tengah yang sebelumnya lantang menyuarakan penolakan terhadap aktivitas tambang ilegal, kini berbalik arah. Mereka justru mendukung rencana mendorong pemerintah daerah, khususnya Bupati Aceh Tengah, untuk membuka Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).
“Ada narasi yang dimainkan, awalnya menolak tambang, tetapi kemudian berubah menjadi mendukung dengan dalih kesejahteraan masyarakat,” ujar Abdan.
Namun, Abdan menegaskan bahwa aktivitas penambangan emas di Kecamatan Linge hingga saat ini tetaplah ilegal, sebab tidak satu pun proses perizinan yang telah dipenuhi oleh para pelaku usaha tambang di wilayah tersebut.
“Untuk kegiatan galian C seperti tanah urug saja harus ada izin dari provinsi, apalagi ini menyangkut pertambangan mineral. Sama sekali tidak ada izin resmi yang dikeluarkan pemerintah,” tegasnya.
Lebih lanjut, Abdan mengungkapkan bahwa keberadaan media seharusnya mampu menyampaikan fakta yang sebenarnya terkait maraknya aktivitas tambang emas ilegal di Linge. Namun, dugaan bahwa media telah “dikondisikan” oleh mafia tambang semakin menguat setelah Helmi, salah satu aktor yang disebut Abdan, melakukan pertemuan dengan sejumlah awak media pada 30 Januari 2025 di sebuah kafe di Aceh Tengah.
“Tambang emas ilegal di Kecamatan Linge itu sudah merajalela. Sulit untuk dihentikan, karena APH, aktivis, wartawan, pejabat kecamatan, hingga reje kampung sudah menerima upeti,” tutup Abdan.