PANDEGLANG|TribuneIndonesia.com
Provinsi Banten genap berusia 25 tahun sejak ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten. Namun di usia seperempat abad ini, semangat “Banten Maju, Adil, Merata, dan Tidak Korupsi” tampaknya masih menjadi ilusi pembangunan dan kesejahteraan yang belum sepenuhnya terwujud di tengah masyarakat.
Perayaan HUT Banten ke-25 yang mengusung tema “Kolaborasi Kuat untuk Banten Maju, Adil Merata, Tidak Korupsi” dinilai masih menyisakan tanda tanya besar. Alih-alih menggambarkan kekuatan sinergi, tema tersebut justru dipandang oleh sejumlah kalangan sebagai slogan politik yang manis di bibir, namun hambar dalam realisasi.
Pergerakan Pemuda Peduli Banten (P3B) menyoroti adanya ketidakharmonisan antara Gubernur dan Wakil Gubernur Banten yang dinilai berdampak pada kinerja birokrasi dan arah pembangunan.
“Sejak awal, visi dan misi yang mereka gaungkan saat kampanye seolah tinggal kenangan. Kini yang terlihat justru tarik-ulur kekuasaan dan kepentingan, termasuk soal 16 jabatan eselon II yang hingga kini masih dibiarkan kosong,” ujar salah satu aktivis P3B dalam keterangannya.
Menurut P3B, situasi ini mencerminkan bahwa “kolaborasi” yang seharusnya menjadi roh pemerintahan Banten, justru berubah menjadi kompetisi internal yang melemahkan efektivitas birokrasi.
Dalam analisis politiknya, P3B menilai hubungan antara Gubernur dan Wakil Gubernur Banten kini ibarat permainan layangan — keduanya sibuk mencari arah angin yang menguntungkan, sementara rakyat menanti kepastian arah pembangunan.
“Jika aroma politik sudah lebih tajam dari semangat pengabdian, maka jangan harap Banten akan benar-benar maju.
Bagaimana mungkin visi besar ‘Banten Adil dan Tidak Korupsi’ bisa terwujud jika di dalam tubuh kepemimpinan sendiri sudah berbeda haluan?” ujar P3B menegaskan. Selasa (07/10/2025)
Lebih jauh, P3B menyoroti adanya indikasi klaim sepihak terhadap berbagai program pembangunan, baik yang bersumber dari APBD maupun APBN, yang seolah-olah merupakan hasil ide dan gagasan pribadi pejabat tertentu.
“Padahal keuangan negara maupun daerah tidak bisa dijadikan alat pencitraan individu. Semua kebijakan wajib melalui proses paripurna, baik di DPR RI maupun DPRD Provinsi. Pemerintah daerah tidak boleh bertindak sepihak,” tegasnya.
Sebagai “parlemen jalanan”, P3B menegaskan akan terus mengawal jalannya pemerintahan Provinsi Banten, baik dari sisi yuridis maupun politik, agar tetap berpegang pada semangat awal pembentukan provinsi — yaitu mewujudkan masyarakat sejahtera, perekonomian maju, dan pemerintahan yang bersih.
“Banten dibentuk bukan hanya untuk menjadi simbol pemekaran, tetapi untuk memberikan manfaat nyata bagi rakyatnya. Jangan biarkan sejarah perjuangan rakyat Banten tercoreng oleh kepentingan politik dan aroma kekuasaan,” pungkas P3B.
“Jayalah selalu di bumi pertiwi, bawalah manfaat dan kebanggaan bagi bangsa Indonesia.”(Tim/red)














