Oleh: Chaidir Toweren
TribuneIndonesia.com
Badan Kepegawaian Negara (BKN) telah banyak melakukan terobosan dalam pengelolaan ASN, termasuk percepatan uji kompetensi dan kemudahan pencantuman gelar. Namun, satu hal yang masih menjadi ganjalan besar di lapangan adalah tumpang tindih antara kepangkatan dan jabatan. Untuk apa ASN diberi kenaikan pangkat secara rutin jika tidak diimbangi dengan kejelasan posisi atau jabatan yang setara?
Fenomena ASN berpangkat tinggi tetapi non-jabatan bukan hal baru. Hari ini, di berbagai instansi, banyak pegawai yang sudah menyandang pangkat IV/a bahkan IV/b, dengan masa kerja dan pengalaman yang panjang, justru dibiarkan tanpa jabatan. Ironisnya, jabatan justru diisi oleh ASN yang belum tentu lebih senior, lebih berkompeten, atau bahkan belum memiliki kepangkatan yang semestinya. Ini bukan hanya soal ketidakadilan, tapi juga pemborosan talenta birokrasi.
Tak sedikit publik menyebut ini sebagai praktik “pangkat Nagabonar”: pangkat tinggi tapi jabatan tidak jelas, hanya sebagai simbol semata. Dan tidak jarang, celah ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk meloloskan kerabat atau “orang dekat” dalam struktur jabatan, mengabaikan prinsip meritokrasi yang selama ini digaungkan oleh reformasi birokrasi.
Sudah saatnya BKN tidak hanya sibuk membuat regulasi tentang kenaikan pangkat, tetapi juga mengatur korelasi antara kepangkatan, jabatan, dan kompetensi. Sebuah sistem hilirisasi karier yang sehat harus mampu memetakan jabatan secara proporsional terhadap pangkat dan latar belakang pendidikan ASN. Dengan kata lain, pengembangan karier ASN tidak boleh lagi berhenti hanya pada input administratif, tetapi harus sampai pada output struktural yang nyata.
Pengkaderan yang transparan, berbasis kompetensi, dan terencana menjadi kebutuhan mutlak saat ini. Jangan sampai ASN yang telah mengabdi puluhan tahun, mengantongi gelar dan sertifikasi resmi, justru mentok karena ketiadaan jabatan, sementara regenerasi diserahkan sepenuhnya pada “kedekatan”.
Kita tentu mengapresiasi berbagai upaya BKN di bawah kepemimpinan Prof. Zudan Arif yang ingin melanjutkan transformasi birokrasi ke “bangunan ke-77”. Namun mari kita koreksi arah pembangunan itu agar tetap berdiri di atas fondasi keadilan dan akuntabilitas, bukan di atas kompromi birokratis.
Aturan baru tentang kemudahan pencantuman gelar dan peningkatan frekuensi uji kompetensi adalah langkah maju. Tapi aturan yang paling dinantikan ASN hari ini adalah penataan jabatan yang selaras dengan kepangkatan dan pendidikan. Inilah bentuk keadilan karier yang sesungguhnya.
















Good