MEDAN | TribuneIndonesia.com
Langkah Pemerintah Kota Medan menghadirkan inovasi prototipe rumah siap bangun untuk mendukung Program 3 Juta Rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) mendapat sorotan luas. Di satu sisi, program ini dipuji sebagai terobosan efisiensi birokrasi dan pengurangan biaya konsultan. Di sisi lain, muncul pertanyaan, sejauh mana kebijakan ini benar-benar menyentuh kebutuhan riil warga dan mampu mengurai belitan administrasi pembangunan perumahan rakyat ?
Latar Belakang dan Konteks: Dari Biaya Konsultan hingga Akses Rumah Layak
Dalam Rapat Dukungan Program 3 Juta Rumah, Selasa (28/10/2025), Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution menilai langkah Pemko Medan sebagai inovasi konkret patut ditiru daerah lain.
Menurutnya, proses Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) kerap tersendat karena keterlibatan konsultan perencana, biayanya tidak jarang “menyamai biaya membangun rumah itu sendiri”.
“Prototipe dari Medan ini bisa di copy paste untuk daerah lain. Konsultan ini kadang membuat lama dan mahal,” tegas Gubernur.
Di balik apresiasi itu, tersimpan dilema klasik: apakah simplifikasi desain mampu menggantikan kebutuhan penyesuaian lokal, kondisi tanah, hingga daya beli MBR di berbagai daerah ?
Analisis Kebijakan: Efisiensi Struktural atau Potensi Standarisasi Berlebih ?
Wali Kota Medan, Rico Tri Putra Bayu Waas, menyatakan prototipe rumah siap bangun dikembangkan Pemko Medan telah terintegrasi ke dalam Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG).
Inovasi ini memungkinkan warga memilih 71 desain rumah gratis dari tipe 36 hingga tipe 90 tanpa harus menyewa konsultan.
“Template ini dibuat agar warga, terutama MBR, bisa mendapatkan desain rumah siap bangun tanpa harus membayar mahal. Prototipe mencakup fasad, struktur, sistem air, dan standar teknis lainnya,” jelas Rico Waas, didampingi Kadis Perkimcikataru John Ester Lase, Kadis PMPTSP Nurbaiti Harahap, Kadis Kominfo Arrahmaan Pane dan Plt Kadis SDABMBK Gibson Panjaitan.
Dari sisi kebijakan, model ini menghadirkan efisiensi signifikan. Pengurusan izin dapat lebih cepat dan warga memperoleh kepastian legalitas bangunan. Dari kacamata perencana kota, muncul kekhawatiran bahwa standarisasi desain dapat mengurangi konteks arsitektur lokal, bahkan mengabaikan kebutuhan adaptif seperti ventilasi, tata cahaya dan ketahanan struktur terhadap kondisi geografis spesifik.
Sementara itu, Gubernur Bobby Nasution menekankan agar inovasi tetap fleksibel.
“Fasad bisa berbeda-beda supaya tetap ada daya saing antarperumahan,” ujarnya.
Dampak Human Interest: Meringankan Beban atau Sekadar Janji Digital ?
Bagi warga berpenghasilan rendah, biaya konsultasi perencanaan bangunan menjadi kendala nyata. Di Medan sendiri, tarif jasa perencana bisa mencapai Rp10 juta hingga Rp20 juta per unit rumah kerap menunda niat warga untuk membangun rumah layak.
Kehadiran prototipe siap bangun ini, secara sosial, memberi harapan baru. Dengan desain sesuai standar Kementerian PUPR, warga cukup memilih desain, menyesuaikan lokasi dan langsung mengajukan izin PBG secara daring.
Beberapa warga dan pengembang kecil menilai implementasi di lapangan masih menghadapi hambatan digitalisasi. “Belum semua masyarakat MBR punya akses internet atau paham sistem SIMBG,” ujar salah satu pelaku pembangunan di kawasan Medan Deli.
Hal ini menunjukkan perlunya pendampingan teknis dan edukasi literasi digital agar program tidak berhenti di tataran sistem.
Tantangan Replikasi dan Capaian Sumut
Hingga 20 Oktober 2025, realisasi Program 3 Juta Rumah di Sumatera Utara baru mencapai 8.148 unit atau sekitar 40,74 persen dari target 20.000 unit rumah tahun ini.
Untuk mempercepat capaian, Gubernur Sumut meminta Dinas Perkim Provinsi menjadwalkan kunjungan belajar ke Medan bagi seluruh kabupaten/kota agar model ini bisa direplikasi.
Penerapan di daerah lain akan bergantung pada kesiapan sistem digital, kemampuan fiskal daerah, serta dukungan lintas sektor. Beberapa daerah di luar Medan masih menghadapi keterbatasan SDM teknis dan perangkat digitalisasi SIMBG.
Perlu Pengawasan dan Adaptasi Terhadap Inovasi
Langkah Pemko Medan menghadirkan desain rumah siap bangun merupakan model efisiensi tata kelola pembangunan patut diapresiasi. Ia mampu menghemat waktu, biaya dan memudahkan warga miskin kota dalam memperoleh desain rumah layak.
Keberhasilan program ini tidak semata diukur dari jumlah desain atau kecepatan pengurusan izin. Aspek kualitas struktur, ketahanan lingkungan, serta keberlanjutan sosial menjadi indikator utama perlu pengawasan.
Tanpa itu, inovasi bisa berubah menjadi akselerasi di atas kertas, cepat secara administrasi, namun lambat dalam menghadirkan manfaat nyata di lapangan.
(Wisnu Pramashena Detra Cakra Sembiring, S.Sos.)















