MEDAN | TribuneIndonesia.com
Program Berobat Gratis (PROBIS) gagasan Gubernur Sumatera Utara, Muhammad Bobby Afif Nasution, kini menjadi sorotan. Janji kemudahan berobat hanya dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) memang terdengar revolusioner, namun pertanyaannya, sejauh mana kesiapan rumah sakit di Sumut benar-benar mampu menampung lonjakan pasien tanpa menolak satu pun ?
Mekanisme Cepat Tapi Tantangan Lebih Kompleks
Sejak resmi berjalan pada 1 Oktober 2025, PROBIS menjadi bagian penting dari Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) Pemprov Sumut. Tujuannya sederhana, menghapus hambatan birokrasi sering membuat warga kecil kesulitan mengakses layanan kesehatan.
Melalui integrasi data BPJS, warga kini cukup menunjukkan KTP dan sistem otomatis akan memverifikasi keanggotaan mereka. Tidak perlu fotokopi & tidak perlu formulir. Namun di balik kemudahan itu, ada beban baru harus dipikul rumah sakit.
Rumah Sakit Wajib Sediakan 30% Kamar Kelas III
Kepala Dinas Kesehatan Sumut, Faisal Hasrimy, menegaskan bahwa seluruh rumah sakit wajib menyediakan minimal 30% kamar kelas III. Aturan ini menjadi tameng utama agar warga berpenghasilan rendah tetap mendapatkan hak pelayanan.
> “Rumah sakit tidak boleh menolak pasien. Jika kamar penuh, pasien harus dinaikkan kelasnya. Itu kesepakatan kita dengan BPJS,” tegas Faisal, Rabu (29/10/2025).
Beberapa rumah sakit mengaku masih menghadapi tantangan teknis, seperti keterbatasan tempat tidur dan tenaga medis. Beberapa pasien juga mengeluhkan antrian panjang di ruang IGD terutama pada akhir pekan.
Tim Pengawas Turun Lapangan Tapi Efektivitas Dipertanyakan
Untuk memastikan tidak ada pelanggaran, Dinas Kesehatan Sumut membentuk Tim Pengendali Mutu siap turun ketika ada pengaduan masyarakat. Rumah sakit terbukti melanggar akan diberi waktu memperbaiki layanan dan jika tetap abai, akan direkomendasikan pemutusan kerja sama dengan BPJS Kesehatan.
Namun beberapa aktivis kesehatan mempertanyakan sejauh mana tim tersebut bisa bertindak cepat di lapangan. Dalam praktiknya, investigasi lapangan sering kali terkendala laporan terlambat atau tidak terdokumentasi secara resmi.
Sumut Capai UHC Prioritas Tapi Disiplin Iuran Masih Jadi PR
Sejak 1 September 2025, Sumut memang mencatat capaian Universal Health Coverage (UHC) Prioritas dengan 100,20% kepesertaan dan 80,27% kepesertaan aktif melebihi target nasional RPJMN 2025–2029.
Namun capaian ini belum sepenuhnya mencerminkan kondisi riil di lapangan. Banyak peserta mandiri masih menunggak iuran, sementara fasilitas kesehatan di daerah pelosok mengeluhkan keterlambatan pembayaran klaim BPJS.
> “UHC berbasis gotong royong. Pemerintah menanggung iuran warga tidak mampu, tapi peserta mandiri tetap harus disiplin membayar,” kata Faisal.
Janji Besar & Tantangan Lapangan
Di satu sisi, PROBIS menjadi gebrakan penting untuk memastikan tidak ada lagi warga Sumut ditolak berobat hanya karena urusan administrasi. Namun di sisi lain, sistem kesehatan daerah kini dituntut bekerja jauh lebih keras untuk mengimbangi lonjakan kebutuhan layanan.
Apakah rumah sakit siap dengan beban tambahan itu ? Apakah sistem pengawasan mampu berjalan trans paran dan tegas terhadap pelanggaran ?
Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini akan menentukan apakah janji “berobat cukup pakai KTP” benar-benar menjadi simbol kemanusiaan atau sekadar retorika kebijakan di atas kertas.
(Wisnu Pramashena Detra Cakra Sembiring, S.Sos.)














