Kutacane | TribuneIndonesia.com
Rancangan Qanun (Raqan) Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK) Aceh Tenggara tahun 2025 kembali mengalami defisit. Nilainya mencapai Rp41,371 miliar. Kondisi ini menegaskan betapa rapuhnya kemandirian fiskal daerah berjuluk Bumi Sepakat Segenep tersebut.
Dalam rapat paripurna DPRK, Kamis (25/9), Bupati Aceh Tenggara HM Salim Fakhry membacakan nota pengantar keuangan di hadapan 23 anggota dewan dari total 30 kursi DPRK. Hadir pula Sekda Yusrizal, ST, para asisten, kepala OPD, camat, dan tamu undangan lainnya.
“Total Raqan Perubahan APBK tahun 2025 direncanakan sebesar Rp1,350 triliun, dengan defisit Rp41,371 miliar yang ditutup dari Silpa tahun sebelumnya,” tegas Bupati.
Dari sisi pendapatan, Aceh Tenggara hanya mampu mengumpulkan PAD Rp142,849 miliar. Angka ini jelas masih jauh dari ideal untuk menopang kebutuhan daerah. Sementara, porsi terbesar tetap bergantung pada transfer pusat Rp1,092 triliun.
“Ketergantungan ini membuat APBK rawan jebol jika ada keterlambatan transfer atau pemangkasan dana pusat,” kata salah satu anggota DPRK yang enggan disebutkan namanya.
Struktur belanja daerah justru menelan anggaran jumbo. Belanja pegawai Rp473,581 miliar, barang dan jasa Rp339,854 miliar, hibah Rp18,805 miliar, hingga belanja modal Rp156,985 miliar. Ditambah belanja tak terduga Rp5 miliar dan transfer Rp337,788 miliar.
Tak heran, hasil akhir perhitungan menunjukkan lubang defisit yang semakin lebar.
Kondisi defisit ini menjadi alarm keras bahwa Aceh Tenggara belum mampu lepas dari bayang-bayang dana pusat. PAD minim, belanja pegawai menelan porsi besar, dan proyek infrastruktur jalan hingga irigasi tetap menyedot ratusan miliar.
“Jika pola ini tidak berubah, setiap tahun APBK akan terus bernasib sama: defisit dan tambal sulam dengan Silpa,” kritik seorang pengamat ekonomi daerah. (##)
















