Ket : Chaidir Toweren saat melakukan kordinasi dan silaturahmi ke Dewan Pers di Jakarta (doc pribadi)
Tribuneindonesia.com
Terkait banyaknya pertanyaan dari publik adanya oknum wartawan yang meminta uang kepada sejumlah pejabat, maupun lainnya dan bila tidak diberikan mengancam akan membuat berita kepada yang bersangkutan ataupun intansi terkait, apakah bisa dikatagorikan pemerasan atau pengancaman.
Dan, bila ingin dilaporkan perbuatan tersebut apakah dilaporkan kepada Dewan Pers ataupun kepada APH ?
Seorang ahli pers Kamsul Hasan mengatakan yang saya kutip dari Klik Pendidikan, bahwa baik dugaan pemerasan maupun pengancaman, keduanya tidak termasuk kedalam delik pers. Keduanya bisa dikatagorikan perbuatan pidana yang termasuk ranah KUHP (kitab Undang-undang Hukum Pidana).
Tetapi bila Publik ingin mengkonfirmasi bisa melakukan konfirmasi ke Perusahaan Pers dimana tempat oknum bekerja, dengan pertanyaan benar oknum wartawan bersangkutan bekerja pada media Perusahaan tersebut. Atau dapat menanyakan kepada organisasi profesi kewartawanan tetapi sebelumnya pastikan dulu organisasi profesinya. Dan masyarakat juga dapat melaporkan ke Dewan Pers untuk kemerdekaan Pers.
Bila kita mengacu kepada KUHP, pemerasan diatur pada pasal 368 KUHP bersifat delik umum dengan ancaman kurungan sampai 9 tahun dan tersangka dapat ditahan langsung. Untuk pengancaman diatur pada pasal 369 KUHP bersifat delik aduan dengan ancaman maksimal 4 tahun penjara.
Penerapan kedua pasal tersebut nantinya sesuai alat bukti yang dimiliki penyidik. Delik aduan dengan ancaman 4 tahun tidak dapat dilakukan penahanan. Nah, hal yang ditakutkan adalah akibat tersangka tidak ditahan, dia akan tetap melakukan kegiatan jurnalistik.
Disinilah publik juga perlu melaporkan terkait hal tersebut ke Perusahaan Pers dan Dewan Pers. Karena peraturan Perusahaan pers juga berbeda-beda, ada yang langsung memberikan sangsi penonaktifan sampai dengan inkrah adapula sebaliknya.
Dan untuk diketahui juga Dewan Pers bila menerima aduan seperti ini akan mengambil sikap tidak akan mengadvokasi kasus wartawan tersebut, karena bukan delik pers dan keterangan ahli pers dan dari berbagai sumber yang kita konfirmasi mengatakan silahkan Polisi yang memproses dengan KUHP.
Berbeda dengan status sengketa pemberitaan, bila hal tersebut terjadi Dewan Pers dan Organisasi Pers akan bahu membahu memberikan advokasi maupun ahli pers. Karena sudah bisa dipastikan perbuatan tersebut diatas melanggar Kode Etik Jurnalistik (KEJ), disinlah perlu seseorang yang berprofesi seorang jurnalistik mengikuti pelatihan Jurnalistik, baik itu dalam bentuk Kompetensi maupun lainnya. Karena sudah tentu setiap profesi memiliki aturan dan standarnya.
Semoga tulisan ini bermanfaat, walaupun masih banyak kekurangan didalamnya, setidaknya dapat menjadi acuan kepada publik, terkait permasalahan yang ditanyakan.
Penulis adalah Ketua Persatuan Wartawan Langsa (PERWAL) dan Ketua Pro Jurnalismedia Siber (PJS) Provinsi Aceh