Takengon | Pengamat ekonomi, Lamsyah Budin, mengatakan tidak dimasukkannya pengelolaan industri kopi gayo dari hulu sampai dengan hilir dalam Rancangan Qanun pada Program Legislasi Daerah (Prolegda) Aceh Tengah Tahun Anggaran 2025 menunjukkan eksekutif dan legislatif tidak responsif terhadap persoalan komoditas kopi sebagai denyut nadi dan tulang punggung perekonomian Aceh Tengah.
Menurutnya kopi arabica gayo bukan hanya sebagai komoditas unggulan daerah namun lebih dari itu kopi arabica gayo merupakan komoditas strategis nasional.
“jadi wajar ketika ada regulasi daerah yang harus diterbitkan untuk memberikan proteksi terhadap sebagian besar masyarakat Aceh Tengah yang menggantungkan kehidupannya dari kopi,” Pungkas Lamsyah Budin, Jumat 16 Mei 2025.
Saat ini ujarnya lahan kopi bukan hanya diusahakan oleh kepala keluarga tapi juga korporasi yang membuka lahan perkebunan ratusan hektar.
“Bagaimana mereka berinvestasi, bagaimana kontribusinya bagi daerah dan masyarakat sekitarnya, hal-hal teknis seperti ini perlu diatur dalam qanun daerah, termasuk bagaimana mengelola resi gudang yang selama ini tidak berjalan,” Ujarnya.
Lebih jauh Lamsyahbudin mennyampaikan, Terkait dengan SDM pada sektor perkebunan dan industri kopi Pemkab Aceh Tengah harus hadir dan memperhatikan bagaimana mencetak petani kopi yang profesional menyasar ke kalangan muda serta mencetak roaster dan cupper yang siap pakai bagi industri kopi.
Lebih lanjut ia mengatakan bagaimana keberadaan dan eksistensi dari lembaga Masyarakat Perlindungan Kopi Gayo (MPKG) yang menginisasi lahirnya Indikasi Geografis Kopi Arabica Gayo dan mempunyai peran strategis dalam keberlanjutan Kopi arabica gayo kedepan?
‘hal semacam inilah yang harus direspon oleh Pemkab Aceh Tengah dengan membuat regulasi yang jelas,” Tutupnya.